Datang dan Pulang

Menjadi Pendatang sampai kapanpun tetaplah tamu. Bukan penduduk asli. Versi ringan dari penjajah mungkin, dari sudut pandang sebagian warga setempat.  


Pendatang menambah ramai, menambah populasi, menambah hal yang harus dipikirkan dewan kota dan masyarakat setempat, menambah kerjaan! Fakta bahwa pendatang membantu geliat ekonomi menjadi lebih baik, memberi cakrawala baru yang mungkin membantu perbaikan masyarakat terkadang luput dari perhatian, apalagi jika tempat tersebut merasa mandiri selama ini dan baik-baik saja. Sebab perubahan yang dibawa pendatang seringnya bukan perubahan instan. Dan juga tidak selalu baik. Dan manusia lebih mudah mengingat yang buruk dibanding yang baik…. 

Kalau Anda pikir menjadi expatriat berarti selalu mendapatkan layanan VIP seperti bule-bule di Indonesia yang mendapat perlakuan khusus (bahkan hingga hari ini), Anda harus pikirkan kembali. Istilah expatriat, foreigner bahkan alien sudah sempat melekat pada kami. Dan semua hanya  bermaksud satu hal : kami adalah tamu. Dan betapapun suatu masyarakat merasa inferior atau mungkin berprinsip tamu adalah raja, tamu tetaplah tamu. Kebebasannya terbatas. Perlakuan yang diterima berbeda. Pada perspektif lain, alien macam kami harus terima jika menjadi korban diskriminasi. Anda mau berteriak tidak adilpun, majority rules. Hukum di tempat asal tidak serta merta berlaku di tempat baru. 

Sebanyak apapun Anda berkontribusi ke masyarakat setempat, jika ada satu saja yang tidak senang, apalagi pihak yang berkekuasaan, maka jangan harap masa tinggal anda akan sepenuhnya menyenangkan. Menjadi pendatang berarti setiap saat harus siap untuk pergi. Tempat itu bukan rumah kita… rumah orang. kalaupun kita sangat suka dengan rumah orang, maka kita harus mampu mengikuti aturan mereka agar mereka menganggap kita layak menjadi bagian dari penghuni rumah. 

Coba bayangkan tuan rumah yang galak, lalu mendapati rumahnya didatangi bahkan didiami sekelompok tamu untuk jangka waktu yang lama, yang menjanjikan perbaikan, perubahan positif, kekayaan. Lalu terselip satu orang diantara tamu yang begitu mengganggu. Apa yang terjadi? Neurotik. Ingin mengusir tapi gak bisa. Akhirnya dibuat tidak betah. Dibuat aturan-aturan yang ketat, ujian buat para tamu, agar mereka berusaha keras untuk beradaptasi dengan cara tuan rumah, hingga akhirnya tuan rumah senang dan menerima dengan sedikit lebih terbuka. 

Bayangkan juga seorang mantu yang harus ikut tinggal sama mertua yang tidak punya bargaining power untuk hengkang. Beberapa pendatang terikat kakinya di tempat seperti itu.Meskipun memang itu pilihannya, tapi saat di puncak rasa ingin pergi, ia tak bisa. dia imigran. dia terikat kontrak. dia tak sanggup bayar penalti. 

Sehingga tidak jarang para mendatang menjadi begitu frustasi karena sulitnya mengikuti keinginan dan kebiasaan setempat. Karena meskipun merasa sudah mampu beradaptasi, ganjalan itu pasti ada. Lebih parah lagi, ketika ada dinding tebal pemisah berjudul bahasa. Dinding itu tidak akan bercelah dan berpintu, jika masing-masing sisi tidak mau mencoba dan berdiam saja. Walaupun ada, kenalan yang rela hanya berada di satu sisi dinding, berusaha diam dan tidak mengganggu penunggu dinding sebelah hingga waktunya kembali ke asal. Buatku mereka termasuk yang beruntung, karena mampu begitu tapi tetap bisa bernafas dan hidup. 

Lagipula kenapa sekelompok orang itu bertamu sih? daripada menyusahkan orang (dan diri sendiri), kenapa pindah. Memangnya tidak cukup yang mereka miliki di rumah masing-masing? pikirmu. 

Kupikir, karena manusia punya rasa, salah satunya ingin merasa berharga. Terkadang, mereka pikir rasa itu akan lebih terasa di tempat lain, diantara bangsa lain. Dan pikiran itu tidak akan terbukti nyata, jika tidak pernah dicoba. Jadilah manusia penasaran itu melanglangbuana. orang macam ini tidak hanya satu atau dua. begitu sulit untuk dikira sangking banyaknya. 

Lagipula, tanpa para petualang hidup ini, dunia pasti terasa berbeda. tidak terbayang di benak saya, untuk bertemu orang yang itu itu juga. menjalani hari yang begitu begitu saja. perubahan itu menyenangkan, terkadang. dan pendatang seringkali membawanya. sebab lain tanah lain lagi tumbuhannya. lain asal, lain lagi kebisaannya. ketika aneka warna bunga berkumpul di satu taman, terlihat begitu indah bukan? 

Diantara pendatang sendiri, gesekan pasti ada. Ini adalah resiko hidup berdampingan dengan banyak manusia dari berbagai latar belakang. Menahan diri masing-masing namun di suatu waktu ingin meledak. Ada momen dimana kita tidak bisa marah padanya, karena buatnya itu biasa. begitupun sebaliknya. bergabung dengan orang berbagai bangsa, berarti kompromi, toleransi saling menghargai sesungguhnya adalah harga mati. Tapi apa iya semua berfikir begitu? 

Lalu Anda bilang, ya sudah pulang saja. 

Dan dimana rumah untuk kami? tempat kamu dilahirkan dan dibesarkan, Anda bilang. 
Apakah memang disitu rumah? 

Sekali saja Anda menjalani hari-hari begitu lama di tanah orang, maka kekuatan magnet tempat asal semakin menipis. bayangan rumah yang indah sesekali memanggil-manggil hingga hati teriris, menangis rindu. hanya sesekali. terutama saat tuan rumah sedang gundah.. dan menganggap tamunya sepi. 

Bermigrasi, berpindah tinggal, karena terpaksa ataupun tidak, akan mengubah suatu individu menjadi layang-layang… tertiup angin, terbang dan entah kapan hati ini merasa pulang… 


curhat pagi di Geoje,
28052014

ketika mereka datang, itulah pulangku... 

Comments

Popular posts from this blog

Mendarat di Bandara Luar Negeri Tanpa Bingung

Aturan Imigrasi Thailand Untuk Long Term Stay

Drama Goblin (lokasi syuting dan pernak pernik).